MEDAN
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan Septian Napitupulu meminta kepada majelis hakim agar sidang agenda pemeriksaan saksi korban, Hok Kim selaku Direktur CV Pelita Indah dilakukan secara online atau daring.
Hal itu disampaikan JPU Septian Napitupulu dalam persidangan lanjutan perkara dugaan pemalsuan tanda tangan yang menjerat pasangan suami istri (pasutri) yakni Yansen (66) dan istrinya, Meliana Jusman (66) warga Komplek Masdulhak Garden Kecamatan Medan Polonia Kota Medan.
“Izin majelis hakim, untuk sidang lanjutan, kami meminta agar saksi korban dihadirkan secara online dikarenakan korban saat ini sedang menjalani hukuman di Lapas Kelas IIB Sampit, Kalimantan Tengah,” ucap JPU Septian Napitupulu di Ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (4/9/2024).
Namun, permintaan JPU itu ditolak oleh Penasihat Hukum (PH) kedua terdakwa, Adriansyah. Alasannya, PH terdakwa merasa perlu korban dihadirkan untuk efektivitas persidangan. Permintaan JPU dan penolakan PH terdakwa sedang dipertimbangkan majelis hakim.
Dalam dakwaan JPU Septian Napitupulu, peristiwa ini bermula pada tanggal 17 Desember 2009, ketika Yansen dan Meliana Jusman diduga memalsukan surat kuasa yang memberikan mereka wewenang penuh untuk mengendalikan transaksi di rekening Bank Mestika tersebut. Surat kuasa palsu itu dibuat tanpa sepengetahuan dan persetujuan Hok Kim selaku Direktur CV Pelita Indah.
JPU mengungkapkan bahwa melalui surat kuasa palsu tersebut, Yansen dan Meliana Jusman melakukan berbagai transaksi keuangan di rekening CV Pelita Indah. Hok Kim baru mengetahui adanya dugaan pemalsuan ini pada bulan September 2021, saat ia tidak lagi dapat mengakses rekening perusahaan yang ia kelola.
Di dalam dakwaan, Hok Kim menjelaskan bahwa ia pertama kali menyadari ada yang tidak beres ketika melakukan pemeriksaan terhadap nomor rekening perusahaan pada investigasi Polda Sumatera Utara terkait kerja sama antara CV Pelita Indah dan PT Musim Mas Group. Hasil penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa rekening tersebut telah ditutup pada bulan Juni 2021, setelah terjadi transaksi mencurigakan senilai Rp 583 miliar.
Kasus ini mendapat perhatian luas karena besarnya nilai transaksi yang diduga dilakukan tanpa persetujuan pemilik asli rekening. JPU menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Yansen dan Meliana Jusman telah merugikan Hok Kim secara finansial dan memperkecil kontrolnya terhadap keuangan perusahaan. (Opung)
Photo : Terdakwa pasutri pemalsuan tandatangan